Kasus Ambon, Mendesak UU Penangan Konflik
OPINI | 15 September 2011 | 12:54 147 2 NihilDian Kartika Sari, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), menyatakan konflik Ambon sebagai bukti pentignya percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Penangan Konflik. “Situasi konflik di Ambon merupakan pengulangan terhadap berbagai bentuk konflik yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, selama sepuluh tahun terakhir,” katanya dalam Pernyataan Sikap resmi KPI, kemaren (14/9).
Dalam catatannya, konflik Ambon yang melibatkan bentrok antar warga di Kota Ambon pada Minggu, 11 September 2011 terjadi akibat rumor terkait tewasnya seorang tukang ojek di Ambon, karena dibunuh oleh kelompok tertentu. Akibat isu itu, memicu bentrok antar dua kelompok yang memakan korban 6 orang tewas,
lebih dari 100 orang luka-luka, 7 kendaraan roda empat dan 11 kendaraan roda dua dibakar, serta 116 unit rumah dibakar.
Secara nasional, menurut Dian, berbagai konflik telah menelan ribuan orang korban, laki-laki, perempuan, anak-anak, kaum muda dan kaum lanjut usia menjadi. Mereka meninggal secara sia-sia, luka dan cacat serta kehilangan harta dan harapan untuk membangun masa depan yang lebih baik. “Konflik, di berbagai wilayah di Indonesia adalah bentuk pemiskinan dan ancaman Keamanan Manusia (Human Security) secara nyata yang datang secara tiba-tiba, sesaat atau berkepenjangan dan menghancurkan hampir seluruh sendi kemanusiaan dan kemasyarakatan,” katanya.
KPI melihat, meski korban dan kerugian telah banyak terjadi, namun pemerintah tidak juga memiliki strategi dan acuan hukum untuk melakukan pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan secara sistematis untuk menghindarkan jatuhnya korban yang tidak perlu terjadi.
Pemerintah dan DPR RI sebagai pembuat undang-undang, menurut Dian, berkewajiban untuk merumuskan dan membahas undang-undang yang dapat dijadikan panduan dalam melakukan berbagai upaya pencegahan dan penghentian konflik serta penanggulangan korban konflik.
“Undang-undang Penanganan Konflik penting untuk segera disahkan karena akan menjadi rujukan melakukan berbagai langkah pencegahan, penghentian dan penanggulangan konflik,” katanya.
Meski mendesak agar DPR RI dan Pemerintah mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Penanganan Konflik Sosial, tetapi KPI juga meminta agar dalam pembahasannya dipastikan melalui konsultasi publik yang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat sipil.
KPI juga mengusulkan beberapa klausul yang harus masuk dalam UU Penangan Konflik Sosial, misalnya, ketentuan larangan dan pemidanaan bagi tiap pelaku pelanggaran larangan berkaitan dengan penghasutan dan penyebaran kebencian, menggerakkan orang/kelompok orang untuk berkonflik, memberikan dukungan untuk melakukan konflik, dan penggunaan/pelibatan anak-anak dalam konflik
“Memasukkan larangan menjadikan perempuan, anak dan kelompok rentan sebagai target untuk penundukan lawan konflik,” katanya.
Dalam catatannya, konflik Ambon yang melibatkan bentrok antar warga di Kota Ambon pada Minggu, 11 September 2011 terjadi akibat rumor terkait tewasnya seorang tukang ojek di Ambon, karena dibunuh oleh kelompok tertentu. Akibat isu itu, memicu bentrok antar dua kelompok yang memakan korban 6 orang tewas,
lebih dari 100 orang luka-luka, 7 kendaraan roda empat dan 11 kendaraan roda dua dibakar, serta 116 unit rumah dibakar.
Secara nasional, menurut Dian, berbagai konflik telah menelan ribuan orang korban, laki-laki, perempuan, anak-anak, kaum muda dan kaum lanjut usia menjadi. Mereka meninggal secara sia-sia, luka dan cacat serta kehilangan harta dan harapan untuk membangun masa depan yang lebih baik. “Konflik, di berbagai wilayah di Indonesia adalah bentuk pemiskinan dan ancaman Keamanan Manusia (Human Security) secara nyata yang datang secara tiba-tiba, sesaat atau berkepenjangan dan menghancurkan hampir seluruh sendi kemanusiaan dan kemasyarakatan,” katanya.
KPI melihat, meski korban dan kerugian telah banyak terjadi, namun pemerintah tidak juga memiliki strategi dan acuan hukum untuk melakukan pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan secara sistematis untuk menghindarkan jatuhnya korban yang tidak perlu terjadi.
Pemerintah dan DPR RI sebagai pembuat undang-undang, menurut Dian, berkewajiban untuk merumuskan dan membahas undang-undang yang dapat dijadikan panduan dalam melakukan berbagai upaya pencegahan dan penghentian konflik serta penanggulangan korban konflik.
“Undang-undang Penanganan Konflik penting untuk segera disahkan karena akan menjadi rujukan melakukan berbagai langkah pencegahan, penghentian dan penanggulangan konflik,” katanya.
Meski mendesak agar DPR RI dan Pemerintah mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Penanganan Konflik Sosial, tetapi KPI juga meminta agar dalam pembahasannya dipastikan melalui konsultasi publik yang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat sipil.
KPI juga mengusulkan beberapa klausul yang harus masuk dalam UU Penangan Konflik Sosial, misalnya, ketentuan larangan dan pemidanaan bagi tiap pelaku pelanggaran larangan berkaitan dengan penghasutan dan penyebaran kebencian, menggerakkan orang/kelompok orang untuk berkonflik, memberikan dukungan untuk melakukan konflik, dan penggunaan/pelibatan anak-anak dalam konflik
“Memasukkan larangan menjadikan perempuan, anak dan kelompok rentan sebagai target untuk penundukan lawan konflik,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar