57 Kasus Sengketa Lahan di Sumsel Rawan Konflik
Deddy Pranata - Okezone
Jum'at, 16 Desember 2011 16:37 wib
0 1 Email0
Ilustrasi perkebunan sawit. (syariffauzi.files.wordpress.com)
PALEMBANG - Kasus sengketa lahan antara warga dan pihak swasta di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, hanyalah satu dari banyak kasus perebutan lahan yang berujung konflik. Masih ada sekira 57 titik sengketa lahan di wilayah Sumsel yang berpotensi menimbulkan konflik.
Sengketa lahan itu terjadi di sembilan kabupaten yang ada di Sumsel yakni Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Palembang, Banyuasin, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Muara Enim, OKU Timur, dan Lubuk Linggau.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Anwar Sadat, mengatakan sengketa tanah untuk perkebunan sudah terjadi sejak 1987 seiring masuknya pihak swasta untuk membuka perkebunan dengan mengambil tanah rakyat.
“Dari tiga tahun terakhir ini, kami mencatat ada 57 kasus yang terjadi di Sumsel, Ini kebanyakan dari pembukaan lahan perkebunan oleh perusahaan swasta," ujar Sadat, Jumat (16/12/2011).
Dituturkannya, persoalan konflik terjadi karena tingginya kepentingan pemegang modal yang diberikan izin oleh pemerintah, sehingga hak-hak atas tanah rakyat dirampas.
“Dalam membuka kebun sawit untuk pihak swasta, biasanya pemerintah hanya melihat sisi formal kepemilikan lahan saja, tidak melihat sisi historis dan sosiologi. Akibatnya rakyat dirugikan karena kehilangan lahan produktif,” jelas Anwar.
Dijelaskannya, Walhi yang selalu aktif memberikan advokasi kepada warga sekaligus menginvestigasi kasus lahan konflik. Dia mengakui banyak menemui kendala karena keterlibatan aparat dalam melindungi perusahaan swasta.
“Puncaknya terjadi pada 21 April lalu di Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, yang mengkibatkan tujuh warga sipil tewas, tujuh lainnya masuk penjara, dan beberapa orang dinyatakan buron,” paparnya.
Kasus sengketa lahan di Sumsel, lanjut dia, terkesan mengambang pasalnya karakter masyarakat di Sumsel lebih menahan diri karena takut terjadi korban jiwa. “Seperti kasus di Muba (Musi Banyuasin), di Desa Sinar Harapan ini bisa saja terjadi konflik padahal sengketa ini sudah terjadi sejak 2007,” sebutnya.
Sengketa lahan itu terjadi di sembilan kabupaten yang ada di Sumsel yakni Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Palembang, Banyuasin, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Muara Enim, OKU Timur, dan Lubuk Linggau.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Anwar Sadat, mengatakan sengketa tanah untuk perkebunan sudah terjadi sejak 1987 seiring masuknya pihak swasta untuk membuka perkebunan dengan mengambil tanah rakyat.
“Dari tiga tahun terakhir ini, kami mencatat ada 57 kasus yang terjadi di Sumsel, Ini kebanyakan dari pembukaan lahan perkebunan oleh perusahaan swasta," ujar Sadat, Jumat (16/12/2011).
Dituturkannya, persoalan konflik terjadi karena tingginya kepentingan pemegang modal yang diberikan izin oleh pemerintah, sehingga hak-hak atas tanah rakyat dirampas.
“Dalam membuka kebun sawit untuk pihak swasta, biasanya pemerintah hanya melihat sisi formal kepemilikan lahan saja, tidak melihat sisi historis dan sosiologi. Akibatnya rakyat dirugikan karena kehilangan lahan produktif,” jelas Anwar.
Dijelaskannya, Walhi yang selalu aktif memberikan advokasi kepada warga sekaligus menginvestigasi kasus lahan konflik. Dia mengakui banyak menemui kendala karena keterlibatan aparat dalam melindungi perusahaan swasta.
“Puncaknya terjadi pada 21 April lalu di Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, yang mengkibatkan tujuh warga sipil tewas, tujuh lainnya masuk penjara, dan beberapa orang dinyatakan buron,” paparnya.
Kasus sengketa lahan di Sumsel, lanjut dia, terkesan mengambang pasalnya karakter masyarakat di Sumsel lebih menahan diri karena takut terjadi korban jiwa. “Seperti kasus di Muba (Musi Banyuasin), di Desa Sinar Harapan ini bisa saja terjadi konflik padahal sengketa ini sudah terjadi sejak 2007,” sebutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar